-->

Soal Utang, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Baca Juga

Foto/SINDOnews


MPA, JAKARTA - Soal hutang negara yang menjadi sorotan banyak pihak. Meski pembengkakan utang bukan hanya terjadi di pemerintahan Jokowi-JK saja, namun kembali Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan mengapa pemerintah seolah-olah "doyan" berutang.

Sri Mulyani mengatakan, jika diminta memilih, dirinya tentu ingin meningkatkan penerimaan negara daripada berutang. Namun persoalannya tidak semudah berkata-kata. Karena penerimaan negara masih lebih rendah dari belanja negara alias defisit APBN. Maka utang menjadi salah satu instrumen pembiayaan yang dipilih pemerintah untuk menambal kekurangan tersebut.

"Kalau hanya punya uang Rp1.894 triliun dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak, tapi belanjanya Rp2.200 triliun, jadi bagaimana? Utang. Lalu masyarakat menyebutkan saya senang utang ya? Enggak, saya tidak senang. Saya senangnya yang Rp1.894 triliun itu bisa menjadi Rp3.000 triliun. Jadi belanja Rp2.200 triliun, kita masih bisa nabung," ceritanya.

Hanya saja, jelas Sri Mulyani, untuk mencapai anggaran Rp3.000 triliun bukan sulap. "Menteri Keuangan kan tidak bisa asal cetak duit," ujarnya dalam keterangan resmi, seperti dilansir SindoNews pada Minggu (27/5/2018).

Sri Mulyani menjelaskan, defisit APBN itu tidak bisa diselesaikan dengan cara mencetak uang sebanyak-banyaknya. Uang yang dicetak berlebihan akan menyebabkan inflasi, yaitu naiknya harga barang dan jasa yang berarti penurunan nilai mata uang rupiah.

"Kira-kira kalau ekonomi diurus dengan cetak duit banyak jadi apa? Inflasi," jelas Menkeu. Oleh karena itu, Sri Mulyani menegaskan, pemerintah terus berupaya menurunkan rasio utang dan meningkatkan penerimaan negara melalui pajak yang berkeadilan.

"Pemerintah terus mencoba memperbaiki penerimaan. Sebaiknya tidak utang. Betul. Itu sangat betul. Dan saya sebagai Menteri Keuangan inginnya begitu. Namun enggak bisa banting setir langsung. Makanya kita sekarang mulai menurunkan rasio utang itu, jumlah defisitnya setiap tahun. Makanya kami melakukan perbaikan perpajakan. Reformasi pajak. Yang kaya banget ya harusnya bayarnya banyak banget, yang agak kaya, ya bayarnya agak banyak, yang sedang-sedang, bayarnya ya sedang-sedang, yang miskin, ya jangan bayar, malah dikasih duit. Adil kan?," jelasnya.

Untuk mengejar wajib pajak besar (WP besar), salah satu strategi pemerintah adalah merekrut ahli forensic accounting untuk membantu pemerintah melakukan pelacakan uang WP besar yang disembunyikan. Selain itu, Indonesia juga melakukan perjanjian internasional dengan sekitar 100 negara melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) untuk melacak uang orang Indonesia yang disembunyikan di luar negeri dan sebaliknya.

"Katanya 5% orang Indonesia itu kayanya minta ampun. Ya itu yang kita sedang kejar. Tapi duitnya tidak cuma di sini. Makanya kita sekarang mencari orang-orang hebat untuk nyari duitnya ada di mana. Itu dibutuhkan banyak sekali orang yang amanah. Orang yang pintar forensic accounting. Dan kita secara internasional bikin perjanjian sama (sekitar) 100 negara di dunia, kalau ada orang Indonesia simpan uang di negara kamu, kamu harus lapor ke saya. Kalau ada orang lain simpan uang di sini, saya juga harus lapor ke sana. Dan (pertukaran informasi) itu dilakukan secara otomatis (melalui AEoI). Itu penting sekali," pungkasnya.
(ven/ar)
[blogger]

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
F