-->

Webinar KSDI Kembali Sedot Perhatian Publik

Baca Juga

P1hoto Istimewa 

MPA,  JAKARTA  - Webinar Nasional Kedua Kelompok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) bertemakan “Strategi Menurukan Covid-19, Menaikkan Ekonomi” kembali menyedot perhatian publik. Webinar melalui aplikasi zoom dan live streaming Youtube ini dihadiri partisipan hingga 1.800 orang, pada Minggu sore hingga minggu malam (20/9).  


Partisipan webinar ini adala kepala daerah, politisi, aktivis, mahasiswa, dosen, guru, pimpinan media, pengusaha, artis, penyanyi, pegiat seni dan kebudayaan, birokrat, tokoh agama, tokoh masyarakat serta masyarakat pada umumnya, dari berbagai daerah di Indonesia. Ada juga peserta yang tinggal di luar negeri, seperti di Inggris dan Malaysia.


webinar kedua ini menghadirkan tujuh narasumber, yaitu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Epidemiolog Universitas Indonesia Iwan Ariawan, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri dan Direktur Eksekutif Indobarometer, Bapak M Qodari.


Qodari mengatakan bahwa kurva Covid-19 di Indonesia terus naik sebab tindakan preventif belum maksimal. Tindakan preventif itu adalah testing, tracing and treatment serta program BKS, alias Bagi masker; Kampanye 3 M (menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan); serta Sanksi pelanggaran Covid-19.


Qodari juga mengatakan bahwa testing berguna untuk mengidentifikasi orang terinfeksi Covid-19 untuk selanjutnya dilepas karena negatif; diisolasi atau dirawat agar tidak menular pada orang lain atau memburuk.  Sementara tracing berguna untuk menelusuri semua orang yang berinteraksi erat dengan pasien Covid-19, untuk selanjutnya dikarantina dan dites karena potensial tertular, sementara yang tanpa gejala juga tetap harus dikarantina dan dites karena 86 persen adalah orang tak bergejala (OTG). 


Sementara treatment adalah dengan menyediakan fasilitas isolasi bagi OTG dan gejala ringan, serta fasilitas perawatan bagi pasien Covid-19 gejala sedang dan  berat. 


Qodari pun merekomendasikan agar program testing ini harus ditingkatkan jumlahnya agar merata seluruh provinsi sesuai standard WHO. Pun demikian, tracing juga harus ditingkatkan rasionya agar sesuai standard WHO yakni 30orang. Sebab tracing sangat besar dampaknya dalam menurunkan penyebaran Covid-19. Testing pun harus diprioritaskan ke kontak erat pasien agar berdampak.


Qodari pun mendorong kampanye massif tiga 3 M, alias Menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan agar disiplin dengan protokol Covid-19 dan bahkan menjadi kebiasaan sehari-hari. Dalam hal ini protokol Covid-19 penting karena 86 persen atau 9 dari 10 orang positif Covid-19 adalah OTG! 


Dalam kesempatan ini Qodari pun menawarkan strategi lokomotif kereta api dalam penanganan Covid-19 dan ekonomi.  Presiden Jokowi sendiri telah menekankan Kesehatan sebagai paradigma baru dalam penanganan Covid-19. Perubahan paradigma ini harus diikuti oleh perubahan strategi. 


“Maka strategi yang tepat bukan Rem dan Gas tapi strategi Lokomotif Kereta Api, yakni kesehatan, khususnya pencegahan Covid-19, menjadi lokomotifnya dan ekonomi, politik, pendidikan, kesenian, olahraga, dan lain-lain menjadi gerbongnya. Sebagai lokomotif, kesehatan dijadikan prioritas baik secara regulasi, kelembagaan, personalia maupun anggaran. Untuk itu regulasi,personalia dan anggaran untuk program maksimal pencegahan Covid-19 harus dihitung, dianggarkan, dan diimplementasikan secepatnya agar Covid-19 juga turun secepatnya,” demikian Qodari.


Ridwan Kamil mengatakan ada lima prinsip Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam menangani dan menghadapi Covid-19, yaitu pro-aktif, transparan, ilmiah, inovatif dan kolaboratif. Dalam hal pro-aktif, pemerintah Jawa Barat terus aktif tanpa harus selalu menunggu pusat karena pemerintah pusat pun tida semuanya punya kapasitas untuk memahami sepenuhnya bagaimana Covid-19 ini. Namun di saat yang sama juga harus ada kombinasi knowlegde di daerah dan kebijakan pusat.


“Memang harus ada yang selalu disinkronkan antara kombinasi knowlegde di daerah dan kebijakan pusat  frekuensinya. Jangan terjadi kegaduhan-kegaduhan karena multi-tafsir,” kata Ridwan Kamil.


Emil, demikian Ridwan Kamil disapa, bahwa ia menganggap Covid-19 ini sebagai peperangan. Karena dalam kondisi perang maka semua orang harus bela negara, baik dengan harta, ilmu pengetahuan atau tenaga. 


“Yang tidak bela negara dengan harta, dengan ilmu, dengan tenaga maka bela negaranya itu jangan jadi korban dengan menjauhi kerumunan dan kalau terpaksa berada di dalam kerumunan gunakan 3 M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak),” kata Emil.


Emil pun menilai ada pola komunikasi dalam penangangan Covid-19 ini dengan menggunakan tiga jenis kacamata, yaitu kacamata politik, ilmiah dan kemanusiaan. Kalau menggunakan kacamata politik maka, dan ini yang mengisi ruang-ruang publik, sehingga isinya adalah ingin menyalahkan para pengambil keputusan, ingin membanding-bandingkan antara satu pengambil keputusan dengan pengambil keputusan lain. 


“Harus kurangi mendiskusikan Covis-19 ini dengan kacamata politik yang sangat bising. Kita harus bergeser membaca Covid-19 ini dengan kacamata ilmiah dengan mencari solusi sama-sama, dan dengan kacamata kemanusiaan dengan solidaraitas, saling memahami, dan saling mengapresiasi,” ungkap Emil.


Kepala BPS Suhariyanto mengatakan bahwa berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan pada 10-26 Juli 2020 dengan melibatkan 34.559 responden yang terdiri dari 6.821 pelaku Usaha Menengah Besar (UMB), 25.256 Pelaku Usaha Mikro dan kecil (UMK) dan 2.482 pelaku usaha pertanian, didapatkan banyak temuan.


“Dari 82,9 persen pelaku usaha yang mengaku pendapatannya menurun akibat Covid-19, rinciannya adalah 82,3 persen UMB mengaku pendapatannya menurun, dan 84,2 persen UMKM mengaku pendapatannya menurun. Dan sektor usaha yang pendapatannya menurun paling drastis adalah akomodasi dan makanan minuman, jasa lainnya, serta transportasi dan pergudangan,” papar Suhariyanto,


Suhariyanto mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi perusahan selama pandemi Covid-19 antara lain, 8 dari 10 perushaan, kehilangan pelanggan atau klien. Sementara 6 dari setiap 10 perusahaan menghadapi kendala akibat rekan bisnis mereka terdampak sangat buruk atau tidak bisa beroperasi secara normal, baik di skala UMK maupun UMB. Kemudian sekitar 53,17 persen UMB dan 62,21 persen UMK menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.


Paka Epidemiologi UI Iwan Ariawan mengatakan Pembatasan Sosial Berskal Besar (PSBB) sangat berpengaruh dalam menekan laju COVID-19. Terlihat pada mulai diberlakukan PSBB, jumlah rata-rata orang yang ditularkan dari 1 kasus per-hari. Risiko penduduk tertular Covid-19 pada saat PSBB 0,55 kali dibandingkan sebelum PSBB atau dengan kata lain PSBB sudah berhasil menurunkan risiko penduduk terinfeksi Covid-19 setengah kalinya dibanding awal epidemi.


Iwan memberi contoh, data di Jakarta, bahwa ketika proporsi penduduk di rumah saja berada di 55-65 persen, tidak ada perbedaan kasus per hari. Namun ketika proporsi penduduk di rumah saja 50-55 persen, maka setiap penurunan1 persen di rumah saja, estimasi kasus meningkat 20 per hari. Dan ketika proporsi penduduk di rumah saja kurang dari 50 persen maka setiap penurunan 1 persen di rumah saja mengakibatkan estimasi kasus meningkat 100 per hari.


"Di sini PSBB kalau kita tidak lakukan PSBB, kurva kita akan semakin ke atas. Kita lakukan PSBB, kurva kita melandai. Jadi sebetulnya kalau dari analisa kami dari PSBB lalu manfaatnya banyak karena secara risiko ini kita sudah menurunkan resiko penduduk Indonesia untuk terinfeksi COVID-19 setengahnya. Banyak tuh manfaatnya PSBB yang dulu," kata Iwan.


Saat DKI Jakarta menjalani PSBB Transisi,  sambung Iwan, maka seluruh kegiatan ekonomi mulai berjalan dan penduduk mulai bergerak keluar rumah. Hal ini pun berpengaruh terhadap kurva dimana kasus konfirmasi Corona mengalami peningkatan.


"Juni Gubernur Jakarta memutuskan untuk PSBB transisi. Apa yang terjadi? Penduduk bergerak tapi sebelumnya pun bergerak. Penduduk makin banyak bergerak artinya di dalam rumah masih sedikit di dalam rumah dan kasusnya naik. Jadi begitu PSBB dilonggarkan, kasusnya naik. Nah ini yang menjadi pertanyaan apakah harus PSBB terus, Ekonomi akan hancur," ungkapnya.


Iwan pun menekankan bahwa penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 semakin meningkat jika pemerintah melonggarkan PSBB. Hal ini dilihat dari semakin banyak warga yang bergerak melakukan kegiatan ekonomi, semakin banyak pula warga yang terpapar Covid-19.


Iwan mengingatkan bahwa terjadi peningkatan pergerakan penduduk yang masif setelah PSBB dilonggarkan. Sehingga pembagian zona tidak bermanfaat dengan adanya pergerakan penduduk antar-zona Contoh kasus di Bali, kasus Covid-19 naik cepat setelah Bali menerina wistawan domestik pada 31 Juli. Kasus meningkat saat banyak penduduk luar Bali berdatangan saat hari libur, kemudian diikuti secara lokal.


Faisal Basri mengatakan saat ini, Indonesia sedang merangkak dan menuju puncak kurva gelombang I Covid-19. Dan saat ini, Covid-19 telah merambah ke semua provinsi dan 493 (96 persen) dari 514 kabupaten (416)/kota (98). 


Kini, kasus baru harian dan jumlah kematian harian masih mengalami peningkatan. Tambahan kasus baru setiap hari selalu lebih banyak dari jumlah pasien yang dinyatakan sembuh. Akibatnya, kasus aktif terus naik.  Di saat yang sama fasilitas dan alat kesehatan yang terbatas serta tenaga kesehatan yang kian banyak meninggal dunia dan kelelahan mengancam kenaikan angka kematian. Sehingga sekalipun kasus aktif sudah menurun dan telah mencapai puncak kurva seperti di Iran, tak ada jaminan Covid-19 di Indonesia sudah terkendali. 


Faisal juga mengatakan bahwa ketika indikator dasar Civid-19 belum stabil atau membaik sedangkan PSBB tidak bisa terus-menerus diperpanjang, maka jalan tengahnya adalah menggencarkan testing-tracing-isolating yang mengidap virus dan yang bebas virus sampai tersedia vaksin. Namun sejauh ini ini testing di Indonesia sangat sedikit.  Selain itu harus menerapkan kewajiban menggunakan masker wajah di ruang publik, menjaga jarak.


"Ingat, setiap langkah harus berdasarkan landasan ilmiah serta data yang akurat. Vaksin belum tersedia, dan tak dapat dipastikan kapan tersedia, serta bukan substitusi dari langkah-langkah di atas," jelas Faisal.


Faisal juga menilai bahwa Perppu 1/2020 bukan merupakan payung untuk mengatasi keadaan darurat pandemik coronavirus dengan cara-cara luar biasa, serta bukan juga untuk memperkokoh otoritas Gugus 

Tugas sehingga menyebabkan koordinasi penanganan lemah, pengelolaan data parah dan tidak menggunakan standar WHO, serta di saat yang sama kurang berbasis ssientific dan data akurat. 


"Belum ada Perppu khusus menangani Covid, yang ada Perppu menangani APBN dan sektor keuangan," kata Faisal, sambil mengatakan bahwa virus ini sangat bahaya sekali sehingga butuh panglima perang yang harus full time dan bukan kerja sambilan.  


Wiku Adisasmito mengatakan apabila ekonomi mau kembali berjalan maka mau tak mau kesehatan juga harus ditangani dengan baik. Karena itu, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memang harus benar-benar dilakukan. Dengan mendorong untuk menjadikan kesehatan sebagai hal utama maka sebenarnya itu adalah metode untuk mengendalikan kasus, yang akan menjadi modal ekonomi.


Wiku setuju dengan ekonom Faisal Basri agar anggaran kesehatan ditingkatkan bukan hanya untuk membangun rumah sakit. Melainkan, membangun garda preventif promotif, promosi kesehatan yang masif di seluruh indonesia.


Wiku mengatakan bahwa tantangan dan kendala terbesar Indonesia dalam menangani pandemi saat ini adalah mengintegrasikan data penyebaran Covid-19. Dengan data yang tidak terintegrasi, masing-masing daerah menerapkan metode pengumpulan data Covid-19  yang berbeda-beda dan kerap menjadi kendala pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemkes) saat memverifikasi data yang diterima dari daerah.


"Beberapa daerah masih saja ada data yang tidak sinkron antara data di daerah dan pusat karena sistem pengumpulan datanya sendiri juga berbeda dan tidak jadi satu sehingga kesulitan juga pempus di Kemkes untuk melakukan verifikasinya mulai dari data laboratorium testing, begitu juga tracing yang dilakukan dinas kesehatan," jelasnya.


Wiku berharap antara pemerintah daerah maupun pemerintah pusat bisa memiliki keselarasan sistem dalam memasukkan data COVID-19 sehingga mempermudah pemerintah setempat dalam mengidentifikasi dan menangani virus Corona di daeranya masing-masing.


Wiku menilai kualitas penangan pandemi Corona ini dapat dilihat melalui data-data kasus COVID-19 itu sendiri. Melalui data, Satgas COVID-19 dapat menganalisa dan menentukan tindakan apa yang harus dilakukan. Data-data inipun, sebut Wiku, tidak hanya berbicara mengenai akumulatif jumlah kasus positif Corona saja. Tetapi juga meliputi jumlah kasus aktif dari waktu ke waktu.


Dalam kesempatan ini, Wiku juga menyoroti daerah yang merupakan zona merah risiko COVID-19. Apabila daerah tersebut masih berada di zona merah selama 2 minggu, ia meminta agar pemerintah daerah segera siapkan langkah-langkah antisipatif. Sebab kalau zona tidak berubah, dalam kondisi zona merah terus dalam 2 minggu saja itu harus antisipasi segera. 


"Penularannya sudah tinggi disitu itu, harus di rem. Jadi kendali Pemda dengan desentralisasi itu kekuatannya justru ada di daerah jadi kalau pusat saja yang lakukan tidak akan cukup karena Pemda yang punya kendali lebih besar," jelasnya.


Tito Karnnavian mengatakan bahwa pandemi Covid-19 merupakan pandemi terluas dalam sejarah umat manusia yang menyebar di 216 negara. Covid-19 ini juga pandemi terluas dalam sejarah Indonesia, yang tidak pernah terjadi dalam pemerintahan sebelumnya. 


Apabila mau menggunakan paradigma perang dalam menghadapi Covid-19, lanjut mantan Kapolri dan mantan Kepala BNPT itu, maka semua pihak harus serempak bergerak, yang salah satunya dengan menggunakan strategi militer Tiongkok yang berasal dari Sun Tzu dan sudah terkenal di berbagai belahan dunia.


"Know the enemy and know yourself you need not fear the results of a hundred battles. Apa sebenarnya Covid-19 ini, di mana anatominya. Di bagian luarnya seperti lemak (lipid) yang memiliki duri (spike),  kemudian RNA-nya (molekul) masuk dalam sistem sel kita. Kemudian sel kita mereplikasi menjadi baby  virus," jelas Tito, sambil mengatakan bahwa ia banyak membaca banyak literatur.


"Virus corona kuat di dalam paru-paru, jantung hingga pembuluh darah. Sehingga penularannya sangat cepat. Karena penularannya di sistem pernafasan. Sistem yang paling aktif dengan dunia luar. Kita bisa puasa, tapi tidak bisa kita bernafas tahan satu jam," ungkap Tito.


Tito berpendapat hingga saat ini masih sangat minim penjelasan kepada masyarakat terkait dengan penularan virus corona. Dia menegaskan tak hanya melalui droplet, pada saat orang berbicara melalui aerosol pun virus Covid-19 bisa masuk ke tubuh.  Maka dari itu Tito mengatakan sejauh ini pemakaian masker cukup efektif menekan penularan virus corona jika digunakan dengan benar. Namun sayangnya hingga saat ini masih banyak warga yang tidak memakai masker dengan baik.


"Strategi kita yang paling utama yaitu, memakai masker. Tetapi tidak hanya memakai masker saja, memakai masker dengan benar. Ada yang memakai hidungnya terbuka, ketika ada razia dipakai, lalu dibuka. Tak cukup kampanye masker, tetapi memakai masker dengan benar," ucap Tito.


Di ujung webinar Kelopok Studi Demokrasi Indonesia (KSDI) kembali mengeluarkan enam rekomendasi yang dibacakan oleh Ketua KSDI Yayan Sopyani Al Hadi.


Pertama, kata Yayan, mendukung komitmen pemerintah untuk memprioritaskan kesehatan dibanding ekonomi. KSDI mendukung penuh Presiden Joko Widodo untuk memprioritaskan kesehatan disbanding politik. Karena itu semua pembantu presiden dan aparatur negara harus satu visi dengan Presiden Joko Widodo termasuk dalam mengambil langkah-langkah kebijakan dimasing-masing institusi, kementerian, dan Lembaga.


Kedua, mengharapkan pemerintah menerbitkan Perppu Pilkada yang berisi larangan kampanye dengan melibatkan kerumunan massa; mendiskualifikasi calon kepala daerah yang melanggar protokol kesehatan; dan menjadi payung hukum bagi Polri dan TNI untuk mendisiplinkan dan menertibkan warga agar mentaati protokol kesehatan. 


Ketiga, Mendorong KPU melakukan langkah-langkah progresif dan menerbitkan PKPU untuk keselamatan jiwa rakyat Indonesia saat mengikuti proses pilkada. Selain itu PKPU juga harus berisi aturan-aturan tegas karena ada indikasi politik uang akan semakin marak dalam Pilkada ditengah pandemi Covid-19.


Keempatl, mendorong KPU agar pelaksanaan Pilkada diikuti dengan partisipasi pemilih yang dominan sehingga hasil pilkada legitimate dan disaat yang sama harus menjamin keamanan dan keselamatan pemilih. 


Kelima, mendorong pemerintah segera meng realokasikan anggaran untuk pengadaan masker yang didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dan melakukan tracing massive berupa Swab Test serentak secara gratis.


"Keenam, mendesak pemerintah dan aparatur di lapangan untuk berlaku adil baik kepada pelaku UMKM maupun mall-mall besar dalam menjalankan protokol kesehatan ataupun dalam jam –jam operasional," kata Yayan. (*/ar)

[blogger]

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
F